Langsung ke konten utama

Postingan

Dua Sejoli Sampai Mati

Dua hal yang tidak bisa tidak ada dan tidak bisa dipisahkan di negeri ini adalah rokok dan kopi. ~Dunia Nicotina 
Postingan terbaru

Indikator Kesejahteraan Itu Bernama Rokok!

Sudah cukup lama sebenarnya saya menyimpan hipotesa ini di kepala. Sebuah pertanyaan yang cenderung menjadi sebuah pernyataan berbunyi: Bilamanakah rokok menjadi indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia? Ternyata, beberapa waktu lalu pertanyaan itu pun terjawab sudah. Sebagai buruh honorer di salah satu dinas pemerintahan di kota Purwakarta, saya bertugas di posisi yg strategis yakni sebagai staff Kasubag Perencanaan dan Pelaporan. Posisi yang hanya dalam hitungan bulan sudah mengetahui bagaimama cara kerja orang-orang di pemerintahan kota termasuk kondisi sosial, ekonomi dan budaya kota. Yang tak kalah penting, posisi ini pun menjadikan saya memiliki banyak jaringan, baik secara internal maupun eksternal. Cerita saya dimulai beberapa minggu ke belakang dimana saya harus mengikuti Bimbingan Teknis sebagai operator pemetaan kemiskinan tingkat kabupaten kota. Selama dua hari berturut-turut saya harus mengikuti banyak materi yang disampaikan oleh perwakilan dari Bappenas

Garam, Nasibmu Digudangkan

Barangkali Nikotiners tau, hal apa yang mengganggu sebuah cita rasa ketimbang kemasan yang norak? Ya, ukuran panjang rokok. Setidaknya, itulah yang kami lihat dari Gudang Garam varian apa pun. Sedari awal, produk Gudang Garam Tbk. yang di mata kami rangkingnya tak pernah lebih dari rata-rata tetangga pesaingnya, memang pelit untuk masalah ukuran. Tengok saja semua produknya. Nasib yang sama, ternyata tak memberi pengecualian pada produknya yang baru, yakni Gudang Garam Signature Mild.  Memiliki warna lembut biru salem keperakan dengan dua jenis pilihan varian kemasan isi 20 dan 16, juga dengan kadar nikotin yang rendah seperti kebanyakan rokok putih yakni 1.0 Mg dan Tar 15 Mg, produk ini pun masih keukeuh dengan ciri khas ukurannya yang pendek. Malah kami menilai produk baru GG ini teramat sangat keterlaluan. Betapa tidak? Dari ukuran sepanjang 8.4 cm, kita hanya bisa menikmati 5.4 cm saja dari racikan tembakaunya yang khas Gudang. Itu artinya, para nikotiners harus

Noraknya Larangan Rokok

Beberapa jam yang lalu, sebuah program di televisi yang katanya sih disinyalir untuk anak muda, menayangkan hal ihwal larangan merokok. Dengan seabreg data dan fakta (ce-ile) yang hampir semuanya melihat rokok dari kacamata kesehatan tok, dijelasin panjang lebar soal bahaya rokok oleh para host-nya sampai mulut bebusa. Tak cukup sampai situ, seakan ingin juga ngasih solusi dan argumentasi, para host kece muda-mudi sepantaran mahasiswa ini pun ngasih tahu tips dan trik tentang memanfaatkan waktu tanpa harus merokok. Mulai dari hobi mancing, travelling, dan entah apa lagi, dijadikan jagoannya. Sebagai perokok, jujur, ingin saya tertawa. Hahaha! Hari gini masih aja ada program persuasif yang melarang anak muda untuk merokok. (Anak muda yang mana dulu?) Kecanduaanlah, ngeborosin uanglah, dan entah lah-lah apa lagi. Jujur, bagi saya tak hanya tayangan itu terasa sangat norak, tapi saya pun merasa terhina. Maksud saya, kenapa sih lagi-lagi perokok yang jadi korban bullyan? Mengapa tidak mere

Ini Rokokku, Mana Rokokmu?

Bukan waktu yang sebentar untuk bisa menetapkan pilihan pada rokok kegemaran. Misalnya saja saya. Semenjak saya merokok serius--dalam artian memutuskan untuk menjadi seorang perokok--di tahun 2005,  baru saya bisa menetapkan pilihan pada rokok Djarum Super di tahun 2012. Sungguh tujuh tahun yang panjang untuk bisa memutuskan rokok pilihan.  Hal ini ditengarai oleh banyak hal, salah satunya adalah selera. Dan menemukan rokok yang benar-benar sesuai dengan selera merupakan pencarian tak kenal lelah. Apa bedanya dengan para artis dan seniman yang memiliki karakter di setiap karyanya? Saya pikir setiap perokok pun tak jauh beda. Mereka mencari rokok yang sesuai dengan seleranya; tak hanya itu, tapi juga rokok yang bisa mendefinisikan kepribadian mereka.  Seandainya saja kita hanya mengenal satu jenis macam rokok, mungkin blog ini takkan pernah ada. Kenyataannya, seperti halnya manusia dengan karakter dan kepribadiannya masing-masing yang sungguh banyak macamnya, hal itu juga b

ROKOK: BUNGKUS BARU BUDAYA LAMA

Sudah hampir dua tahun Dunia Nicotina hiatus mempos tulisannya. Padahal betapa banyak fenomena terjadi di dunia perokokan Nusantara. Maka dari itu, Dunia Nicotina mohon maaf untuk yang satu ini. Tapi yang pasti, kami tidak akan pernah berhenti untuk terus mempropagandakan rokok yang sudah menjadi unikum tersendiri ini.             Sudah menjadi pengetahuan umum jika bungkus rokok kita dewasa ini penuh dengan hiasan gambar-gambar lebay. Ada gambar kanker tenggorokan, gambar bibir terbakar, bahkan sampai bibir tengkorak segala. Berdasarkan Peraturan Pemerintah N0 109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, tepat pada bulan Juni tanggal 24 semua produsen rokok wajib mencantumkan Pictorial Health Warning (PWH). Katanya sih cara ini sengaja digunakan pemerintah untuk menekan—untuk tidak menyebut menakut-nakuti—jumlah perokok aktif, terlebih bagi para perokok pemula. Kami yakin Nicotiners terganggu dengan gambar-ga

Apache: Rokok Dayak Yang Layak

Sebelumnya, maafkan kami yang sudah cukup lama tidak memposting apa pun, bahkan hampir membuat blog ini terbengkalai. Tapi tidak! Kami bisa memastikan jika blog ini tetap eksis dengan ulasan-ulasan rokok yang makin sini jumlahnya makin marak saja mengisi khazanah dunia nikotina di Indonesia. Seeperti yang sudah direncanakan, kali ini Dunia Nikotina akan mengulas tentang rokok yang lebih dikenal dengan nama rokok Dayak, atau Apache. Langsung saja! Biasanya sebuah perusahaan rokok mengeluarkan desain bungkus rokok dengan grafis yang minimalis dan terkesan statis dengan warna yang mencolok serta garis-garis yang tebal. Tapi beda halnya dengan rokok Apache. Rokok yang dikenal dengan nama rokok Dayak ini, justru dengan berani mengeluarkan desain rokok bergambar seorang kepala Indian. Mungkin ini juga yang menyebabkan orang-orang menyebutnya rokok Dayak. Dan bukan sulap bukan sirih, rokok ini dengan cepat dikenal oleh banyak orang. Sekarang hampir di wartunwarung-warung, bahkan