Bisakah kita menjelaskan bagaimana rasa sebatang rokok? Suatu pagi, saya membeli setengah bungkus rokok. Tiba-tiba ketika si pedagang menyodorkan rokok yang terdapat di sebuah wadah, saya menemukan rokok yang karakternya percis sekali dengan rokok yang saya biasa beli, yaitu Djarum Super. Dengan ukuran yang sama dan filter yang tidak jauh berbeda, kecuali warnanya yang sedikit lebih terang, saya coba-coba menyelidiki rokok tersebut. Tak dinyana ternyata rokok itu pun bertuliskan tulisan sambung Super. Tapi jelas, jika rokok ini bukanlah Djarum Supar. Rokok ini adalah Super yang lain karena Djarum Super yang asli bertuliskan tulisan kapital di pangkal rokok di depan filternya, dan tidak juga memiliki simbol bergambarkan oval callouts terbalik –hampir mirip dengan bentuk bulir cengkeh.
Penasaran, saya pun membelinya. Seperti sebuah kebiasaan sebelum mencicipi sebatang rokok, terlebih dulu saya hirup batang rokok itu. Dalam keadaan ini, saya pastikan hidung saya tidak sedang terkontaminasi oleh apapun, baik asap rokok maupun wewangian. Maka, adalah penting untuk tetap menjaga hidun tetap bersih, terlebih apabila dibasuh terlebih dulu agar tetap netral. Impresi pertama yang muncul adalah rasa lembut. Sayang bayangkan hal ini dikarenakan kandungan nikotin yang rendah pada rokok itu.
Berbeda halnya dengan Djarum Super yang memiliki harum yang pas ketika saya biasa menciumnya. Pas dalam artian bahwa bahwa rasa manis yang tercium tidak terlalu ringan seperti Super, tapi juga tidak berlebihan. Kita tahu jika Djarum Super memiliki kandungan nikotin sebesar 1.8 mg, kandungan yang bisa dibilang masih berada di atas rangking di jajaran rokok-rokok filter. Hal ini tentu sangat tidak bisa disamapak dengan rokok putih yang memiliki kandungan nikotin yang rendan dan acapkali mencantumka nama Mild di belakang nama rokoknya.
Setelah itu, saya pun coba menyalakan baranya. Ternyata benar dugaan saya, terasa sekali kelembutan menghirup asapnya. Paru-paru terasa sangat enteng ketika asap masuk ke dalamnya, dan lagi asap pun tak sampai hati membuat saya tersedak. Barangkali karena memang saya sudah menjadi seorang perokok yang cukup bisa menyiasati asap macam apa yang bakal masuk ke dalam paru-paru saya. Namun demikian, meski kelembutan terasa di hirupan pertama, hembusan membawakan rasa yang lain. Rasa yang nanggung, bahkan mungkin hampir menghapuskan kenikmatannya tersendiri –untuk tidak mengatakannya tidak nikmat sama sekali.
Di ujung embusan asap, terasa ada sesuatu yang hampir jatuh pada rasa (sedikit) pahit dan hampir membuat segak, walau tidak sampai. Barangkali jika harus diperbandingkan, maka rasa terakhir dari embusan asap itu tak jauh berbeda dengan hirupan pertama seseorang yang mencoba rokok kering semacam Marlboro, Lucky Strike, Dunhill dan kawan-kawannya. Saya sebut rokok kering karena rokok tersebut hanya memberikan kenikmatan tembakau saja, tidak lebih. Tidak seperti rokok-rokok buatan Indonesia yang berkualitas yang memberikan cita rasa tidak hanya sebatas tembakau tapi juga lengkap dengan cengkeh beraroma sebagai paduannya. Barangkali inilah yang membuat rokok kita terbilang eksklusif di negara-negara lain, baik dari harganya maupun pamornya.
Tapi pada umumnya, kenikmat-lembutan dari rokok bermerek Super ini tidak lantas hilang dari awal sampai habisnya batang rokok. Anda tidak akan terlalu takut meskipun harus menghirupnya untuk batang yang kedua. Bahkan, rokok ini sangat cocok dijadikan selingan bagi Anda yang sudah mengisap rokok kretek, yang tanpa filter, sambil berkumpul dengan para penikmat perokok ditemani segelas kopi hitam. Demikian.
Gambar: http://asokabudaya.wordpress.com/2011/03/10/wrap-cigarettes-in-england-will-appear-without-brand-alias-polos/rokok/
Komentar
Posting Komentar