Saya terganggu ketika melihat Encarta Dictionary jika kata ‘smoke’ ternyata berkonotasi negatif. Kata ‘smoke’ dalam sub-lema ‘fume’ di kamus itu diartikan sebagai smoke, gas, or vapor, especially when unpleasant or harmful. Sedangkan fume sendiri diartikan sebagai: 1. be angry, 2. emit gas, dan 3. fumigate.
Kita tahu jika kata ‘smoke’ itu arti sebenarnya adalah asap. Jadi kata ‘smoking’, mengubah kata ‘smoke’ dengan perangkat bahasa (gerund) menjadi kata benda (noun), mestinya diartikan sebagai mengasap, dan BUKANNYA merokok.
Kiranya masalah penamaan rokok-merokok ini bukanlah hal sepele. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia alias KBBI, kata rokok (n) diartikan sebagai gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nipah, keras, dsb). Sedang kata ‘merokok’ (v) sendiri artinya mengisap rokok. Benarkah? Bukankah yang kita isap itu adalah asapnya dan BUKAN rokoknya? Arti kata ‘merokok’ bukan tidak mungkin adalah membuat rokok dan BUKAN mengisap (asap) rokok.
Tapi seperti yang kita tahu, bahasa acapkali tidak logis setidak-logisnya orang-orang menyepakati kata itu sebagai sebuah keberterimaan yang jarang sekali dipertimbangkan. Permasalahannya adalah, kata ‘merokok’ sampai detik ini masih memiliki konotasi negatif di antara sebagian besar masyarakat kita. Terlebih merokok, rokok saja sebagai sebuah benda mendapatkan predikat yang tak kurang negatifnya dibanding dengan bakti yang sudah diberikan kepada bangsa ini. Tapi, prasangka buruk terhadap benda satu ini bagaimanapun tetap saja lebih besar, dan kita tidak bisa menampiknya.
Perhatikanlah seorang perokok yang berada di antara orang-orang yang tidak mengasap apalagi yang anti dengan asap rokoknya. Dalam kondisi seperti ini, tidak hanya perokok menjadi minder tapi juga serba salah. Tentu sangat menyenangkan bagi seorang perokok berada di antara orang-orang yang juga sama-sama mengasap. Rokok adalah pengikat silaturahmi, penyambung persaudaraan, pencipta kedekataan, teman akrab yang mengahapus pangkat, gender dan jabatan, tentunya di antara para penikmat rokok.
Seandainya saja kita menyebut kata ‘mengasap’ ketimbang ‘merokok’, mungkin predikat itu sedikitnya bisa berkurang, bahkan bukan tidak mungkin hilang sama sekali. Sayangnya, entah, apakah mungkin untuk mengubah kata yang sudah menjadi kebiasaan itu dengan sesuatu yang baru? Hingga pada akhirnya, kata ‘merokok’ menjadi kata ‘mengasap’ atau ‘mengasap rokok’, seperti halnya kata ‘smoke’ yang menjadi ‘smoking’ atau ‘fume’ yang artinya ‘emit gas’ (memproduksi asap).
Gambar: http://nasional.cukupsatu.com/news/read/2012/04/05/5322/nasib-rokok-kretek-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar